BAB VIII
Pertentangan Sosial Dan Integrasi Masyarakat
Kepentingan
merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku
karena adanya dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini sifatnya
esensial bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri, jika individu berhasil
memenuhi kepentingannya, maka ia akan merasakan kepuasan dan sebaliknya
kegagalan dalam memenuhi kepentingan akan menimbilkan masalah baik bagi dirinya
maupun bagi lingkungannya.
Dengan
berpegang prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara atau alat dalam
memenuhi kebutuhannya, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh individu
dalam masyarakat pada hakikatnya merupakan kepuasan pemenuhan dari kepentingan
tersebut.
Oleh
karena individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang yang sama persis
dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka dengan
sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan
kepentingan itu antara lain berupa :
1.
Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang,
2.
Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri,
3.
Kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan yang sama,
4.
Kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan posisi,
5.
Kepentingan individu untuk dibutuhkan orang lain,
6.
Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya,
7.
Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri,
8.
Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri.
PRASANGKA,
DISKRIMINASI DAN ETHOSENTRIS
Prasangka
(prejudice) diartikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang
bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Bahasa arab
menyebutnya “sukhudzon”. (Orang, secara serta merta tanpa
timbang-timbang lagi bahwa sesuatu itu buruk.) Dan disisi lain bahasa arab “khusudzon”
yaitu anggapan baik terhadap sesuatu.
Diskriminasi merujuk
kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan
ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut.
Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat
manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan yang
lain. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena
karakteristik suku, antargolongan, kelamin ras agama dan kepercayaan,
aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan
dasar dari tindakan diskriminasi.
Diskriminasi
dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
1. Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
2. Diskriminasi
tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi
diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
PERBEDAAN
PRASANGKA DENGAN DISKRIMINASI
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui setelah ia bertindak atau beringkah laku.
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui setelah ia bertindak atau beringkah laku.
Sikap
negatif disebut juga prasangka, walaupun sikap prasangka juga bisa bersifat
positif dalam kondisi tertentu. Dalam pengertian ini, sikap prasangka lebih
cendrung ke arah negatif karena pengaruh dari faktor lingkungan, sikap dan ego
yang tinggi, serta mudah terprovokasi dengan orang lain tanpa ada bukti yang
jelas, dan hanya bisa berprasangka dengan orang lain.
Seseorang
yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras
yang diprasangkainya, akan tetapi seseorang bertindak diskriminatif tanpa
berlatar belakang pada suatu prasangka. Sikap berprasangka jelas tidak adil,
karena sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau
apa yang didengar. Apabila muncul sikap berprasangka dan diskriminatif terhadap
kelompok sosial lain, maka akan terjaadi pertenangan sosial yang lebih
luas yang akan berdampak buruk bagi lingkungan sekitar dan kerugian yang cukup
besar dalam berbagai aspek.
Etnosentrisme
yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma
kebudayaannya sendiri sebagaai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan
diepergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakannya dengan
kebudayaan lain.
Etnosentrisme
merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai
kelompok lain dengan tolok ukur kebudayaannya sendiri. Sikap etnosentrisme
dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes.
Setiap
suku bangsa atau ras tertentu memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda dan
sekaligus menjadi kebanggaan mereka. Suku bangsa ras tersebut cendrung
menganggap kebudayaan mereka sebagai salah satu prima, riil, logis,
sesuai dengan kodrat alam dan sebagainya. Segala yang berbeda dengan kebudayaan
yang mereka miliki, dipandang sebagai, dipandang sebagai suatu yang
kurang baik, kurang estetis, dan bertentang dengan kodratnya.
PERTENTANGAN
SOSIAL DAN KETEGANGAN DALAM MASYARAKAT
Konflik
mengandung pengertian tingkah laku yang lebih luas daripada yang biasa
dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar.
Terdapat tiga elemen dasar yang merupakan ciri dasar dari suatu konflik, yaitu
terdapat dua
atau lebih unit-unit atau bagian yang terlibat dalam konflik
unit-unit
tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan, tujuan,
masalah, sikap, maupun gagasan-gagasan terdapat interaksi diantar bagian-bagian
yang mempunyai perbedaan tersebut.
Konflik
merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang
sering dihubungkan dengan kebencian atau permusuhan, konflik dapat terjadi pada
lingkungan diri seseorang, kelompok, dan masyarakat.
Adapun cara
pemecahan konflik tersebut :
1. Elimination, pengunduran diri dari salah
satu pihak yang terlibat konflik,
2. Subjugation atau Domination, pihak
yang mempunyai kekuasaan terbesar dapat memaksa pihak lain untuk mengalah,
3. Majority Rule, artinya suara terbanyak yang
ditentukan dengan voting,
4. Minority Consent, artinya kelompok mayoritas yang
menang, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan
serta kesepakatan untuk melakukan kegiatan bersama,
5. Compromise, artinya semua sub kelompok yang
terlibat dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah,
6. Integration, artinya pendapat-pendapat yang
bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan, dan ditelaah kembali sampai
kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.
GOLONGAN-GOLONGAN
BERBEDA DAN INTEGRASI SOSIAL
Masyarakat
Indonesia digolongkan sebagai masyarakat majemuk yang terdiri dari
berbagai suku bangsa dan golongan sosial yang dipersatukan oleh kesatuan
nasional yang berwujudkan Negara Indonesia. Masyarakat majemuk dipersatukan
oleh sistem nasional yang mengintegrasikannya melalui jaringan-jaringan
pemerintahan, politik, ekonomi, dan sosial.
Aspek-aspek
dari kemasyarakatan tersebut, yaitu: Suku Bangsa dan Kebudayaan, Agama, Bahasa,
Nasional Indonesia.
Masalah
besar yang dihadapi Indonesia setelah merdeka
adala integrasi diantara masyarakat yang majemuk. Integrasi bukan
peleburan, tetapi keserasian persatuan. Masyarakat majemuk tetap berada pada
kemajemukkannya, mereka dapat hidup serasi berdampingan (Bhineka Tunggal Ika),
berbeda-beda tetapi merupakan kesatuan. Adapun hal-hal yang dapat menjadi
penghambat dalam integrasi:
1. Tuntutan penguasaan atas
wilayah-wilayah yang dianggap sebagai miliknya,
2. Isu asli tidak asli, berkaitan
dengan perbedaan kehidupan ekonomi antar warga negara Indonesia asli dengan
keturunan (Tionghoa,arab),
3. Agama, sentimen agama dapat
digerakkan untuk mempertajam perbedaan kesukuan,
4. Prasangka yang merupakan sikap
permusuhan terhadap seseorang anggota golongan tertentu.
INTEGRASI SOSIAL
Integrasi
Sosial adalah merupakan proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam
masyarakat menjadi satu kesatuan. Unsur yang berbeda tersebut meliputi
perbedaan kedudukan sosial, ras, etnik, agama, bahasa, nilai, dan norma. Syarat
terjadinya integrasi sosial antara lain:
1. Anggota masyarakat merasa bahwa
mereka berhasil saling mengisi kebutuhan mereka,
2. Masyarakat berhasil menciptakan
kesepakatan bersama mengenai norma dan nilai sosial yang dilestarikan dan
dijadikan pedoman.
3. Nilai dan norma berlaku lama dan tidak
berubah serta dijalankan secara konsisten.
Integrasi
Nasional adalah penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat
menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat
kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Selain itu dapat pula
diartikan bahwa integrasi bangsa merupakan kemampuan pemerintah yang semakin
meningkat untuk menerapkan kekuasaannya di seluruh wilayah (Mahfud MD, 1993:
71).
a. Integrasi tidak sama dengan
pembauran atau asimilasi.
b. Integrasi diartikan integrasi
kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme sosial.
c. Pembauran dapat berarti asimilasi
dan amalganasi.
d. Integrasi kebudayaan berarti
penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan
(cultural traits) mereka, yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk
menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis).
e. Melalui difusi (penyebaran), di
mana-mana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada
dalam keadaan konflik dengan unsur kebudayaan tradisional tertentu.
Studi Kasus :
Tindakan kekerasan yang dilakukan
suporter sepak bola. Oknum-oknum pendukung sebuah kesebelasan sepak bola
melakukan pengrusakan dan pembakaran fasilitas-fasilitas umum, seperti
rambu-rambu lalu lintas dan taman kota, melempari rumah-rumah penduduk
sepanjang lintasan kereta api, dan lain sebagainya. Tindakan tersebut dilakukan
sebagai bentuk kekecewaan karena kesebelasan yang didukungnya kalah dalam
permainan. Apakah tindakan kekerasan dari para suporter membuat tim kesebelasan
sepak bola tersebut menjadi menang atau wasit akan mengubah skor kalah menjadi
menang? Jelas jawabannya tidak mungkin. Tindakan kekerasan tersebut tidak
memiliki tujuan apapun yang tertinggal hanyalah kerugian-kerugian bagi semua
pihak.
Sumber :
Buku Ilmu
Sosial Dasar oleh Drs. Abu Achmadi Edisi Revisi.
https://rahmaputri96.wordpress.com/2015/02/06/bab-viii-pertentangan-sosial-dan-integrasi-masyarakat/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar