BAB X
AGAMA DAN MASYARAKAT
FUNGSI AGAMA
Agama merupakan salah satu
prinsip yang (harus) dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam
kehidupan mereka. Tidak hanya itu, secara individu agama bisa digunakan untuk
menuntun kehidupan manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari.
Prof. Dr. H. Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Agama membantu kita memahami beberapa fungsi agama dalam masyarakat, antara lain:
Prof. Dr. H. Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Agama membantu kita memahami beberapa fungsi agama dalam masyarakat, antara lain:
1.
Fungsi Edukatif (Pendidikan).
Ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi
menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya
menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut
ajaran agama masing-masing.
2.
Fungsi Penyelamat.
Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan dirinya
selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia dan
akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi Bencana melontarkan
kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut Tuhan satu).
Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah umat di luat
agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana mereka bisa
diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif (pandangan) sempit
tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana keselamatan umat
manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka dan mungkin agamaku
tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi agama-agama lain mempunyai pengertian
dan sumbangan untuk menyelami rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah,
dialog antar agama bisa dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.
3.
Fungsi Perdamaian.
Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang yang bersalah
atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri sendiri,
sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka harus bertaubat dan mengubah cara
hidup.
4.
Fungsi Kontrol Sosial.
Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka terhadap
masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan, keadilan,
kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk tidak bisa
berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan yang ada.
5.
Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas.
Bila fungsi ini dibangun secara serius dan tulus, maka
persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar “Civil Society”
(kehidupan masyarakat) yang memukau.
6.
Fungsi Pembaharuan.
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau
kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya agama
terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
7.
Fungsi Kreatif.
Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan untuk
mengajak umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri
sendiri tetapi juga bagi orang lain.
8.
Fungsi Sublimatif (bersifat perubahan emosi).
Ajaran
agama mensucikan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agamawi,
melainkan juga bersifat duniawi. Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan
norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu
adalah ibadah.
Setiap
agama, pasti mempunyai empat dimensi, yaitu :
1. Dimensi
Spiritual
Dimensi spiritual atau Spiritualitas adalah hubungan antara individu dengan Tuhan yang diyakininya. Spiritualitas itu juga sangat privasi, tidak boleh disentuh oleh pihak lain, kecuali dengan kesadaran atau tidak boleh disentuh dengan paksaan atau ajakan-ajakan yang bersifat menipu. Spiritualitas merupakan hak hubungan individu dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Dimensi spiritual atau Spiritualitas adalah hubungan antara individu dengan Tuhan yang diyakininya. Spiritualitas itu juga sangat privasi, tidak boleh disentuh oleh pihak lain, kecuali dengan kesadaran atau tidak boleh disentuh dengan paksaan atau ajakan-ajakan yang bersifat menipu. Spiritualitas merupakan hak hubungan individu dengan Tuhan Yang Maha Esa.
2. Dimensi
Ritual
Dimensi ritual biasanya mempunyai dua aspek. yaitu, aspek hubungan antara individu dengan Yang Maha Kuasa, hubungan yang bertujuan untuk membangun kepribadian yang kondusif dengan prilaku budi luhur. Jadi ada aspek duniawinya dan ada aspek ukhrawinya.
Dimensi ritual biasanya mempunyai dua aspek. yaitu, aspek hubungan antara individu dengan Yang Maha Kuasa, hubungan yang bertujuan untuk membangun kepribadian yang kondusif dengan prilaku budi luhur. Jadi ada aspek duniawinya dan ada aspek ukhrawinya.
3. Dimensi
Sosial
Sedangkan pada dimensi sosial, seluruh agama mempunyai hal yang sama, tapi mempunyai strategi dan formasi yang berbeda di dalam mendukung soal itu. Seluruh agama akan mengharapkan masyarakat yang tentram, aman, makmur dan adil. Hanya bagaimana startegi menuju kemakmuran ini berbeda, dan formasinya pun berbeda. Mungkin Islam dengan zakat, sedekah dan lainnya, sementara agama lain dengan bentuk-bentuk yang lain, tapi dalam esensi yang sama.
Sedangkan pada dimensi sosial, seluruh agama mempunyai hal yang sama, tapi mempunyai strategi dan formasi yang berbeda di dalam mendukung soal itu. Seluruh agama akan mengharapkan masyarakat yang tentram, aman, makmur dan adil. Hanya bagaimana startegi menuju kemakmuran ini berbeda, dan formasinya pun berbeda. Mungkin Islam dengan zakat, sedekah dan lainnya, sementara agama lain dengan bentuk-bentuk yang lain, tapi dalam esensi yang sama.
4. Dimensi
Kemanusiaan
Maksud dari dimensi kemanusiaan adalah maka antara spiritual dan ritual harus terbangun sebuah sosial yang sehat dan sinergis. Khususnya untuk masalah-masalah yang menyangkut kemanusiaan, hampir terdapat di seluruh agama-agama, misalnya mengenai masalah keadilan, kejujuran, belas kasih, amanat dan sebagainya.
Maksud dari dimensi kemanusiaan adalah maka antara spiritual dan ritual harus terbangun sebuah sosial yang sehat dan sinergis. Khususnya untuk masalah-masalah yang menyangkut kemanusiaan, hampir terdapat di seluruh agama-agama, misalnya mengenai masalah keadilan, kejujuran, belas kasih, amanat dan sebagainya.
Menurut
Roland Robertson (1984), empat dimensi yaitu :
1. Dimensi keyakinan, mengandung
perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan
teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran tertentu.
Praktek agama mencakup
perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan
komitmen agama secara nyata. Ini menyangkut hal yang berkaitan dengan
seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, perbuatan mulia,
berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan relatif spontan.
2. Dimensi pengalaman,
memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu
orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang
langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan dengan
suatu perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang singkat.
3. Dimensi pengetahuan, dikaitkan
dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki
informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab
suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
4. Dimensi konsekuensi, dari
komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan
citra pribadinya.
PELEMBAGAAN
AGAMA
A. Kaitan Agama
dengan Masyarakat
Kaitan agama dengan masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954), yaitu:
1. Masyarakat yang terbelakang dan
nilai- nilai sakral.
Masyarakat
tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama
yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat, dalam kelompok
keagamaan adalah sama.
2. Masyarakat-masyarakat pra- industri
yang sedang berkembang.
Keadaan masyarakat tidak terisolasi, ada perkembangan
teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan
ikatan kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat ini. Dan fase kehidupan sosial
diisi dengan upacara- upacara tertentu.
3. Masyarakat-masyarakat industri secular
Masyarakat
industri bercirikan dinamika dan teknologi semakin berpengaruh terhadap semua
aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik,
tetapi yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan
sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi
penting bagi agama, Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin
terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam
menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular
semakin meluas. Watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak terlalu memberikan tanggapan
langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama, praktek agama, dan
kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.
Sebagai sebuah lembaga sosial, agama berarti sistem
keyakinan dan praktik keagamaan yang penting dari masyarakat, serta telah
dibakukan dan dirumuskan, sehingga dianut secara luas, dan dipandang sebagai
sesuatu yang diperlukan dan benar.
B. Pelembagaan Agama
Asosiasi
agama merupakan kelompok orang yang terorganisasi, yang secara bersama-sama
menganut keyakinan dan menjalankan praktik suatu agama.
Adapun
menurut Bruce J. Choen, fungsi
lembaga keagamaan, yaitu :
1. Bantuan terhadap pencarian identitas
moral.
2. Memberikan penafsiran-penafsiran
untuk membantu memperjelas keadaan lingkungan fisik dan sosial seseorang.
3. Peningkatan kadar keramahan bergaul,
kohesi sosial, dan solidaritas kelompok.
Macam-macam Lembaga Keagamaan
1.
Islam :
Majelis Ulama Indonesia (MUI).
2.
Kristen :
Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI).
3.
Katolik :
Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI).
4. Hindu :
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).
5.
Buddha :
Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi).
6.
Khonghucu :
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin).
AGAMA,
KONFLIK DAN MASYARAKAT
Konflik
antar agama merupakan konflik yang dapat ditimbulkan akibat dari perbedaan
keyakinan, yang tidak bisa disiasati dengan sikap saling menghormati dan
menghargai perbedaan. Di Indonesia kebebasan dalam menganut keyakinan atau
kepercayaan telah diatur dalam UUD 1945 pasal 28E ayat 1 dan pasal 29 ayat
2.
Kebebasan
dalam memeluk agama telah diatur secara jelas dan tidak ada satu pihakpun yang
dapat ikut campur didalamnya. Undang-Undang juga mengatur kebebasan dalam
beribadah dengan aman sesuai dengan keyakinan yang di anut. Sebagai negara
multikultural tentu saja di Indonesia tidak hanya terdiri dari 1 agama sama
halnya seperti suku dan ras. Pemerintah telah mengakui 6 agama sebagai agama
resmi yang bisa dianut oleh para pemeluknya. Keenam agama tersebut antara lain
Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha dan Konghucu.
Contoh Konflik:
Konflik
di Lampung Selatan (Budha VS Islam)
Lampung,
juga pernah mengalami konflik antar agama. Tepatnya di Kabupaten Lampung
Selatan, Kota Kallianda terjadi konflik berdarah yang melibatkan masyarakan
desa Balinuraga dan Desa Agom. Desa Balinuraga mayoritas dihuni oleh penduduk
dengan agama Budha. Sedangkan Desa Agom mayoritas dihuni umat muslim. Pada
dasarnya konflik ini bukan didasari oleh hal yang bersifat dan berhubungan
dengan keyakinan yang dianut seperti juga latar belakang konflik suriah.
Penyebab yang menyulut konflik ini adalah adanya gadis Desa Agom yang digoda
oleh pemuda dari Desa Balinuraga. Kejadian tersebut lalu menyulut amarah warga
desa Agom sehinga mengunakan cara kekerasan dengan menyerang warga Balinuraga.
Tidak terima dengan hal tersebut warga Baliuraga membalas menyerang. Aksi yang
menimbulkan reaksi, beberapa pihak diturunkan untuk meredam suasana. Kemudian
setelah melalui proses mediasi akhirnya konflik ini dapat terselesaikan, dan
kondisi kembali kondusif.
Sumber :
Buku Ilmu
Sosial Dasar oleh Drs. Abu Achmadi Edisi Revisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar