A. Latar Belakang
Zaman
yang sudah modern seperti saat ini, banyak sekali fasilitas yang sudah memadai.
Dengan adanya kebutuhan yang serba instant, membuat orang semakin malas untuk
melakukan sesuatu secara konvensional, terlebih kebutuhan papan yang merupakan kebutuhan
kapital bagi setiap orang membuat bidang properti menjadi meningkat. Hal ini
dapat mempengaruhi percepatan arus urbanisasi dan dampak sosial yang terjadi.
Mereka yang belum memiliki tempat tinggal secara permanen, telah membentuk
lingkungan yang kumuh. Selain itu, pemanfaataan sumber daya alam yang sudah
tidak diperhitungkan lagi seberapa besar dampak yang akan terjadi, menambah
kerusakan pada alam ini.
Arsitektur
Hijau merupakan tonggak awal lahirnya sebuah proses dari bangunan hijau dan
konstruksi hijau. Arsitektur Hijau adalah sebuah konsep arsitektur yang
berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia
dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang dilakukan
dengan cara memanfaatkan sumber energi dan sumber daya alam secara efisien dan
optimal.
Dalam
mendesain bangunan, seorang arsitek memiliki peran yang sangat besar dalam
menentukan konsep sebuah bangunan hingga ke material yang digunakan. Oleh sebab
itu, sebuah bangunan hijau, yang proses pembangunannya dilakukan dengan
prinsip-prinsip konstruksi hijau lahir dari sebuah desain arsitektur hijau.
Green building
adalah bangunan di mana sejak dimulai dalam tahap perencanaan, pembangunan,
pengoperasian hingga dalam operasianal pemeliharaannya memperhatikan
aspek-aspek dalam melindungi, menghemat, mengurangi pengunaan sumber daya alam,
menjaga mutu dari kualitas udara di dalam ruangan dan memperhatikan kesehatan
penghuninya.
B. Permasalahan
1. Apa
pengertian dari Arsitektur hijau dan green
building ?
2. Bagaimana
perkembangan Arsitektur Hijau di Indonesia ?
3. Faktor
apa saja yang dapat menentukan suatu bangunan dapat diberi sertifikasi green building ?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan ide
pembangunan rumah yang ramah lingkungan dan hemat energi yang sesuai dengan
kondisi geografis Indonesia
D. Metodologi
Makalah
ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan
adalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan
permasalahan yang dibahas secara jelas dan komprensif. Data teoritis dalam
makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka, artinya
penulis mengambil data melalui kegiatan membaca berbagai literatur yang relevan
dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analisis isi melalui
kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam
konteks tema makalah.
E. Sistematika Penulisan
Untuk
memahami lebih jelas laporan ini, maka materi-materi yang tertera pada Makalah
ini dikelompokkan menjadi beberapa sub bab dengan sistematika penyampaian
sebagai berikut :
1.
Pendahuluan
Berisi
tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan, metodeologi, dan sistematika
penulisan.
2.
Tinjauan Pustaka
Berisi
tentang uraian teori dan perkembangan Arsitektur Hijau
3.
Studi Kasus
Berisi
tentang pembahasan bangunan yang menggunakan green architecture
4.
Kesimpulan
Bab
ini berisi kesimpulan yang berkaitan dengan analisa dan optimalisasi sistem
berdasarkan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Arsitektur Hijau
dan Green building
Arsitektur
hijau merupakan konsep arsitektur yang berusaha untuk meminimalkan dampak
negatif yang ditimbulkan oleh moderasi dan efisiensi dalam pemakaian bahan
bangunan, energi, serta ruang pembangunan terhadap lingkungan alam. Konsep ini
juga biasa disebut arsitektur berkelanjutan. Di dalam konsep arsitektur hijau,
pendekatan utama yang digunakan yaitu kesadaran pada energi dan konservasi
ekologi dalam pengelolaan lingkungan.
Sedangkan manfaat utama dari green
architecture diharapkan bisa melestarikan lingkungan alam sekitar sehingga
tetap layak huni bagi generasi yang akan datang.
Green building
adalah bangunan di mana sejak dimulai dalam tahap perencanaan, pembangunan,
pengoperasian hingga dalam operasianal pemeliharaannya memperhatikan
aspek-aspek dalam melindungi, menghemat, mengurangi pengunaan sumber daya alam,
menjaga mutu dari kualitas udara di dalam ruangan dan memperhatikan kesehatan
penghuninya.
Istilah
green building merupakan upaya untuk
menghasilkan bangunan dengan menggunakan proses-proses yang ramah lingkungan,
penggunaan sumber daya secara efisien selama proses pembuatannya hingga
pembongkarannya.
Ada 6 aspek yang
menjadi pedoman dalam evaluasi penilaian green building oleh tim GBCI (Green Building Council Indonesia) yang
terdiri dari :
1. Tepat Guna
Lahan (Approtiate Site Development / ASD)
2. Efisiensi dan
Konservasi Energi (Energy Efficiency
& Conservation / EEC)
3. Konservasi Air
(Water Conservation / WAC)
4. Sumber dan
Siklus Material (Material Resource and
Cycle / MRC)
5. Kualitas Udara
& Kenyamanan Ruang (Indoor Air Health
and Comfort / IHC)
6. Manajemen
Lingkungan Bangunan (Building and
Environment Management / BEM)
Penerapan aspek
green building dari segi desain bangunan ada 4 yaitu : 2
1. Bentuk Bangunan
2. Shading &
Reflektor
3. Sistem
Penerangan
4. Water Recycling System
Ada beberapa aspek
utama dalam Green Building yaitu :
1. Material
2. Energi
3. Air
4. Kesehatan
Beberapa
manfaat dalam green building adalah
manfaat lingkungan, manfaat ekonomi dan manfaat sosial. Green building adalah bangunan yang berkelanjutan. Green building sendiri memberikan banyak
manfaat tetapi di samping itu, green
building juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Meskipun green building memberikan banyak manfaat
bagi masyarakat, green building juga
mempunyai hambatan dalam proses pembangunannya. Dalam rangka memenuhi atau
membantu green building dalam
prosesnya, penelitian ini bertujuan untuk menemukan atau membantu memecahkan
kesulitan yang terjadi pada green
building dalam proses pembuatannya. Masalah yang terdapat dalam proses
pengembangan green building adalah
kesadaran tentang green building, komitmen perusahaan dalam green building, tingkat pengembangan
green building di yogyakarta, manfaat keuangan green building dan peran utama dalam mengembangkan green building.
B. Perkembangan Arsitektur
Hijau
Di
Indonesia sendiri, gerakan Arsitektur Hijau juga tampak pada tahun 1980-an.
Beberapa tokoh yang turut berperan adalah Y.B. Mangun Wijaya, Heinz Frick, dan
Eko Prawoto (Tanuwidjaya, Gunawan). Pada tahun 2009, didirikan Green Building Council Indonesia (atau
sering juga disingkat GBCI). Yaitu sebuah lembaga mandiri dan nirlaba yang
didirikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan seperti: biro konsultan dan konstruksi,
kalangan indistri properti, pemerintah, intitusi pendidikan, dan masyarakat
peduli lingkungan sebagai sarana pertimbangan dan sertifikasi bangunan bertaraf
green. Menurut GBCI dalam programnya yang disebut Green Ship, terdapat beberapa faktor yang menentukan apakah suatu
bangunan dapat diberi sertifikasi green
building. Yaitu:
·
Tepat guna lahan
·
Efisiensi energi dan
refrigerant
·
Konservasi air
·
Sumber dan siklus
material
·
Kualitas udara dan
kenyamanan udara
·
Manajemen lingkungan
bangunan
Menurut
Paola Sassi, dalam bukunya yang berjudul: “Strategies
for Sustainable Architecture”, hal-hal yang mempengaruhi tepat guna lahan
dapat dibagi menjadi tiga yaitu: memilih lahan dengan mempertimbangkan
keberadaan fasilitas transportasi publik, jaringan pedestrian dan jalur sepeda,
nilai ekologi lahan, dan dampak lahan pada komunitas: menggunakan lahan dengan
efisien dengan mempertimbangkan kebutuhan komunitas, kepadatan, pengembangan
yang atraktif, kemungkinan mixed-use, dan membangun diatas lahan yang sebelumnya
terabaikan; meminimalisir dampak pengembangan dengan melindungi habitat alami,
memoertahankan tanaman existing, meningkatkan potensi pedestrian dan jalur
sepeda, menambahkan fungsi produksi pangan apabila memungkinkan.
Dalam
praktiknya, desain Bangunan Hijau atau Green
Building terkadang ditolak oleh klien karena besaran dana yang cenderung lebih
besar apabila dibandingkan dengan bangunan tanpa konsep green dalam upaya mempersiapkan fasilitas-fasilitas ‘hijau’-nya tanpa
mengetahui dan/atau mempertimbangkan besaran dana yang perlu dipersiapkan
nantinya manakala bangunan siap untuk ditinggali. Hal ini juga terjadi karena
kurangnya pengetahuan dan/atau kesadaran klien mengenai pentingnya Arsitektur
Hijau bagi keberlangsungan komunitas kedepannya.
III.
STUDI KASUS
Bangunan
dengan Green Building
Nanyang Technological University – Singapura
Beberapa
konsep pada Nanyang Technological
University :
1.
Memiliki konsep high perfomance building
& earth friendly.
- Dapat
dilihat dari dinding bangunan, terdapat kaca di beberapa bagiannya yang
berfungsi untuk menghemat penggunaan elektrik terhadap bangunan, terutama
segi pencahayaan dari lampu.
- Menggunakan
energi alam seperti angin, sebagai penyejuk lingkungan.
- Bahan-bahan
bangunan yang digunakan cenderung ramah pada lingkungan seperti keramik
dengan motif kasar pada lantai untuk mengurangi pantulan panas yang dihasilkan
dari dinding yang berkaca. - Kolam air yang berada ditengah kampus
berfungsi selain mereduksi panas matahari sehingga udara tampak sejuk dan
lembab.
2.
Memiliki konsep sustainable.
Pembangunannya
sangat di konsepkan, menelaah lahan lingkungan wilayah yang sangat terbatas,
dengan konsep alamiah dan natural, dipadukan dengan konsep teknologi
tinggi, bangunan ini memungkinkan terus bertahan dalam jangka panjang, karena
tidak merusak lingkungan sekitar yang ada.
3.
Memiliki konsep future healthy.
- Dapat dilihat dari beberapa tanaman rindang yang
mengelilingi bangunan, membuat iklim udara yang sejuk dan sehat bagi
kehidupan sekitar, lingkungan tampak tenang, karena beberapa vegetasi dapat
digunakan sebagai penahan kebisingan. Dinding bangunan curtain wall dilapisi alumunium dapat
berguna untuk UV protector untuk bangunan itu sendiri. Tentunya ini semua
dapat memberi efek positif untuk kehidupan.
- Pada bagian atap gedung, terdapat tangga untuk para
pengguna yang akan menuju lantai atas. Ini dapat meminimalisasi penggunaan
listrik untuk lift atau eskalator. Tentu lebih menyehatkan, selain sejuk karena disepanjang
anak tangga terdapat rumput yang digunakan sebagai green roof, pengguna juga mendapatkan sinar matahari.
4. Memiliki konsep climate support.
Dengan
konsep penghijauan, sangat cocok untuk iklim singapura yang masih tergolong
tropis (khatulistiwa). Pada saat penghujan, dapat sebagai resapan air, dan pada
saat kemarau, dapat sebagai penyejuk udara.
5. Memiliki konsep aesthetic use.
Penggunaan
green roof pada kampus ini, selain
untuk keindahan dan agar terlihat menyatu dengan alam, juga dapat
digunakan sebagai water catcher
sebagi proses pendingin ruangan alami karena sinar matahari tidak diserap
beton secara langsung. Ini juga menurunkan suhu panas di siang hari dan sejuk
di malam hari untuk lingkungan sekitarnya. Desainnya yang melengkung
digunakan agar penyerapan matahari oleh kulit bangunan dapat di
minimalisasikan.
IV.
KESIMPULAN
Dari makalah tentang Arsitektur Hijau yang telah saya
buat ini, dapat disimpulkan bahwa:
1. Green
building (juga dikenal sebagai konstruksi hijau atau bangunan yang
berkelanjutan) mengacu pada struktur dan menggunakan proses yang bertanggung
jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh siklus
hidup-bangunan: mulai dari penentuan tapak untuk desain, konstruksi, operasi,
pemeliharaan, renovasi pembongkaran, dan. Hal ini membutuhkan kerjasama yang erat
dari tim desain, arsitek, insinyur, dan klien di semua tahapan proyek.
2. Energi
matahari sebagai alternatif energi selain BBM & MIGAS dapat diterapkan
dalam membangun rumah yang hemat energi dalam bentul panel surya untuk atap
maupun dalam bentuk sel gratzel yang bisa digunakan sebagai jendela.
3. Tingginya
biaya instalasi panel surya dapat diatasi jika ada kemauan dari pihak
pemerintah misalnya dengan memberikan subsidi, sosialisasi besar-besaran
mengenai keuntungan penggunaan sel surya, serta kemauan dari pihak industri
bersama teknokrat untuk menciptakan sel surya yang murah dan efisien.
4. Pada
skala lingkungan mikro, fenomena radiasi matahari ini mempengaruhi laju
peningkatan suhu lingkungan. Kondisi demikian mempengaruhi aktivitas manusia di
luar ruangan, untuk mengatasi fenomena ini ada tiga hal yang bisa dikendalikan
yaitu durasi penyinaran matahari, intensitas matahari, dan sudut jatuh matahari
5. Pemilihan
material untuk membangun sebuah rumah juga akan berpengaruh terhadap efek
keramah-tamahan lingkungan yang sedang gencar-gencarnya dikampanyekan.
gunakanlah sumber daya yang bisa diperbarui. Sumber daya yang bisa diperbarui
misalnya material bangunan dari kayu, bebatuan dan semacamnya yang pada umumnya
adalah material alami yang banyak terdapat di lingkungan sekitar dan mudah
untuk diperbarui kembali. Selanjutnya bisa menggunakan kembali material
bangunan yang masih layak pakai, dan mengolah limbah atau material sisa
bangunan untuk dapat dimanfaatkan kembali.
6. Perancangan
rumah yang hemat energi dan ramah lingkungan harus memperhatikan aspek
kecukupan cahaya, ventilasi, dan sanitasi.
7. Sebaran
penggunaan energi dalam rumah tinggal lebih banyak pada aspek fungsi penghawaan
atau penyegaran udara dan aspek fungsi pencahayaan, sehingga kedua hal ini
penting untuk menjadi fokus dalam pembahasan konsep penghematan energi ini.
Pembahasan tentang penghematan energi ditekankan pada langkah ekologis, yaitu
dengan menciptakan kesinambungan antara rumah tinggal dengan lingkungannya atau
adanya interaksi dengan alam.
8. Pemilihan
bahan material untuk bangunan hendaknya juga memperhatikan aspek keberlanjutan dan ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Lasera, A. (2012). “Rumah Hemat Energi dan Ramah
Lingkungan”. Makalah Kompetisi Artikel Online 2012. Temanggung.
Munir, A. (2009) “Sains Arsitektur 2”. Makalah
Peneilitian Pemasangan Green Panel
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Jawa Timur.
Darmanto, Dedy. 2013. Penilaian Kriteria Green
Building Pada Gedung Rektorat ITS. Surabaya: Jurnal Teknik Pomits. EPA. 2016.
Differrent Shades of Green. US: Green Infrastructure Research. Green Building
Council Indonesia. 2016. Greenship Existing Building Version 1.1. Jakarta:
GBCI. Karyono, Tri Harso. 2010. Green Architecture: Pengantar Pemahaman
Arsitektur Hijau di Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada.